BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan Kurikulum SD mulai Tahun 1964, 1968, 1975,
1984, 1986, 1994, 2004 hingga Kurikulum 2006 (KTSP) pada mata pelajaran IPS.
Selintas sejarah yang melatarbelakangi perkembangan
kurikulum di tanah air.
Perkembangan kurikulum secara nasional tidak dapat dipisahkan dari perkembangan pendidikan dari dulu hingga sekarang.
Perkembangan kurikulum secara nasional tidak dapat dipisahkan dari perkembangan pendidikan dari dulu hingga sekarang.
Guru sebagai fasilitator pembelajaran hendaknya memahami
dengan jelas apa itu kurikulum, peran serta fungsinya, karena kurikulum sangat
penting dalam pembangunan dan pelestarian suatu negara, dan dipandang sebagai
alat yang paling ampuh untuk membina generasi muda itu artinya bahwa kaitannya
sangat erat dengan masa depan bangsa.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang
dihadapi yaitu:
1. Apakah pengertian, peranan dan fungsi
kurikulum?
2. Apa landasan dan tingkatan dalam
pengembangan kurikulum?
3. Bagaimanakah perubahan kurikulum dan
tujuannya?
4. Apa perbedaan antara kurikulum lama dan
baru?
5. Bagaimana upaya pembaharuan pendidikan
IPS di Indonesia?
C.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian, peranan
dan fungsi kurikulum
2. Untuk mengetahui landasan dan tingkatan
dalam pengembangan kurikulum
3. Untuk mengetahui perubahan kurikulum
dan tujuannya
4. Untuk mengetahui perbedaan antara
kurikulum lama dan baru
5. Untuk mengetahui upaya pembaharuan
pendidikan IPS di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian, Peranan dan Fungsi Kurikulum
1. Pengertian
Kurikulum
Dari segi bahasa, kurikulum berasal dari bahasa Latin,
curriculum yang semula berarti a running course or race course, yaitu
suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta dalam perlombaan, dari
awal hingga akhir. Selain itu kata kurikulum juga terdapat dalam bahasa
Prancis, courier yang artinya to run yang berarti berlari. Dari
akar kata tersebut terlihat bahwa kurikulum adalah suatu istilah yang
berhubungan dengan kegiatan olahraga atau atletik, yaitu jarak yang harus
ditempuh dalam suatu perlombaan berlari.[1]
Pada tahun 1955 istilah kurikulum dipakai dalam bidang
pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajaran pada peguruan tinggi. Di dalam
kamus tersebut (Webster), kurikulum diartikan dalam dua macam, yaitu:
a. Sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari murid di sekolah atau perguruan
tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu
Menurut pandangan lama, kurikulum adalah sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh oleh murid untuk memperoleh ijazah.[3]
Sedangkan menurut pandangan baru ialah kurikulum yaitu
segala usaha dan kegiatan sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, baik didalam
kelas, halaman sekolah maupun di luar sekolah.[4]
2. Peranan
kurikulum
Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah
direncanakan secara sistematis mengemban peranan yang sangat penting bagi
pendidikan para siswa. Ada tiga jenis peranan kurikulum yang dinilai sangat
penting, yaitu:
a. Peranan Konservatif
Peranan yang dimana salah satu tanggung jawab kurikulum
adalah mentranmisikan dan mentafsirkan warisan sosial kepada generasi muda.
Dengan demikian, sekolah sebagai suatu lembaga sosial yang dapat mempengaruhi
dan membina tingkah laku para peserta didik yang sesuai dengan nilai-nilai
sosial yang ada dalam masyarakat.
b. Peranan Kritis dan Evaluatif
Kebudayaan senantiasa berubah dan bertambah, sekolah
tidak hanya mewariskan kebudayaan yang adamelainkan juga menilai, memilih
unsur-unsur kebudayaan yang akan diwariskan!
Dalam hal ini kurikulum berpartisipasi dalam kontrol
sosial dan menekankan pada unsur berfikir kritis.
c. Peran Kreatif
Kurikulum melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan
konstruktif, dalam arti mencipta dan menyusun yang baru sesuai dengan kebutuhan
masa sekarang dan masa mendatang dalam masyarakat.[5]
3. Fungsi
Kurikulum
Disamping kurikulum memiliki peranan, juga kurikulum
mengemban atau memiliki atau mengemban berbagai fungsi. Berkaitan dengan fungsi
kurikulum sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi kurikulum, yaitu :
a. Fungsi
Penyesuaian (The adjustive of adaftive function)
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum
sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well
adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri senantiasa
mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus
memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di
lingkungannya.
b. Fungsi
Pengintegrasian (The integrating function)
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada
dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena
itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan
berintegrasi dengan masyarakatnya.
c. Fungsi
Difereansiasi (The differentiating function)
Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum
sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan
individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun
psikis yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.
d. Fungsi
Persiapan (The propaedeutic function)
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke
jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat
mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya karena
sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
e. Fungsi Pemilihan
(The selective function)
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih
program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi
pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi diferensiasi, karena
pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya
kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan
kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun
secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
f. Fungsi
Diagnostik (The diagnostic function)
Fungsi diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum
sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat
memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya.
Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan
yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri
potensi kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya. [6]
B.
Landasan dan Tingkatan dalam Pengembangan Kurikulum
1. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum
Dalam merencanakan sebuah kurikulum, banyak faktor yang
harus dipertimbangkan karena merencanakan sebuah kurikulum bukanlah pekerjaan
yang mudah. Untuk itu perlu dasar-dasar yang kuat agar tujuan kurikulum
tercapai sesuai dengan kebutuhan. Pada umumnya dalam membina kurikulum kita
dapat berpegang teguh pada asas-asas berikut:
a. Asas Filosofis, asas yang berkenaan
dengan sistem nilai
b. Asas Psikologis, asas yang berkenaan
dengan perilaku manusia
c. Asas Sosiologis, asas ini berkenaan
dengan penyampaian kebudayaan, proses sosialisasi dan rekonstruksi masyarakat
d. Asas Organisatoris, asas yang berkenaan
dengan organisasi kurikulum
2. Prinsip-prinsip yang di Anut dalam
Pengembangan Kurikulum
Ada sejumlah prinsip yang dianut dalam pengembangan kurikulum,
diantaranya adalah:
a. Berorientasi pada tujuan
b. Kontinuitas
c. Fleksibilitas
d. Integritas
3. Tingkatan dalam Pengembangan Kurikulum
Tingkatan pengembangan kurikulum berlaku pada:
a. Pengembangan Tingkat Institusional,
meliputi kegiatan pengembangan tujuan-tujuan institusional dan struktur program
b. Pengembangan Tingkat Bidang Studi/Mata
Pelajaran, setelah bidang studi ditentukan, langkah selanjutnya ialah
mengembangkan GBPP tiap bidang studi
c. Pengembangan Tingkat Operasional/Kelas,
pengembangan tingkat operasional lebih ditekankan pada usaha guru dalam
mengembangkan lebih lanjut GBPP [7]
C.
Perubahan Kurikulum dan Tujuannya
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum
pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952,
1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan yang sekarang 2006. Perubahan tersebut
merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial
budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab,
kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara
dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua
kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila
dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta
pendekatan dalam merealisasikannya.
Perubahan kurikulum tersebut tentu disertai dengan tujuan
pendidikan yang berbeda-beda, karena dalam setiap perubahan tersebut ada suatu
tujuan tertentu yang ingin dicapai untuk memajukan pendidikan nasional kita.
Perubahan kurikulum di dunia pendidikan Indonesia beserta tujuan yang ingin
dicapai dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kurikulum 1947
Kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947.
Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem
pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah
digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti
sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu
masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development
conformism, bertujuan untuk membentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka
dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
2. Kurikulum 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952
kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama
Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem
pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum
1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
3. Kurikulum 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali
menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana
Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari
kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat
pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran
dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya, dan moral (Hamalik, 2004). Mata pelajaran diklasifikasikan
dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964,
yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana
menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan
bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila
sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan
pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan
fisik yang sehat dan kuat.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan
lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh kon sep di
bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”,
yaitu renca na pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci
lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak
dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran.
6. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini
juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa d
itempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan,
hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau
Student Active Leaming (SAL).
Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan
instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar
kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus
benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau
menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang
harus dicapai siswa.
7. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum
1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu
pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan.
Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap
diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi
pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
8. Kurikulum 2004
(KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada
pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai
dengan standar performance yang telah ditetapkan. Competency Based Education is
education geared toward preparing indivisuals to perform identified
competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini mengandung arti bahwa
pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat
kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu
kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1)
hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui
serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat
dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002a).
Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada ketercapaian
kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
9. Kurikulum 2006
(KTSP)
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah
KTSP. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran
oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum
2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan
untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa
serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar
kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap
mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus
dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah
koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)
Tujuan KTSP ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta
kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan
peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk
memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada
di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan
pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam
penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat
satuan pendidikan yang bersangkutan.[8]
D.
Perbedaan antara Kurikulum Lama dan Kurikulum Baru
Perbedaan antara kurikulum lama dan kurikulum baru, yaitu
:
1. Kurikulum lama berorientasi pada masa
lampau, kurikulum berisikan pengalaman-pengalaman masa lampau. Sedangkan
kurikulum baru berorientasi pada masa sekarang dengan persiapan untuk masa yang
akan datang. Pengajaran berdasarkan topik dari kehidupan masyarakat dan yang sesuai
dengan minat dan kebutuhan siswa
2. Kurikulum lama tidak berdasarkan suatu
filsafat pendidikan yang jelas dan tidak ada kesatuan pendapat dikalangan guru
tentang filsafat pendidikan yang dianut. Sedangkan kurikulum baru berdasarkan
pada filsafat pendidikan yang jelas dan dapat diajarkan dalam tindakan yang
nyata
3. Kurikulum lama mengabaikan perkembangan
perkembangan sikap, cita-cita, kebiasaan dan lain-lain, kurikulum lama hanya
mengutamakan perkembangan segi pengetahuan, akademik dan keterampilan.
Sedangkan kurikulum baru bertujuan untuk mengembangkan keseluruhan pribadi
siswa
4. Kurikulum lama semata-mata didasarkan
pada buku pelajaran (text book) sebagai sumber bahan ajaran dalam mengajarkan
mata pelajaran. Sedangkan kurikum baru bertitik tolak dari masalah kehidupan
dan disesuaikan pada tingkat perkembangan, minat dan kebutuhan individu
5. Kurikulum lama dikembangkan oleh
guru-guru secara perseorangan, sedangkan kurikulum baru dikembangkan oleh team
guru atau oleh suatu Departemen Pendidikan tertentu[9]
E.
Upaya Pembaharuan Pendidikan IPS di Indonesia
Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam sistem
pendidikan di Indonesia baru dikenal sejak lahirnya kurikulum tahun 1975.
Sebelumnya, pembelajaran ilmu-ilmu sosial untuk tingkat persekolahan
menggunakan istilah yang berubah-rubah sesuai dengan situasi politik pada masa
itu. Pembaharuan kurikulum IPS di Indonesia diantaranya:
1. Kurikulum 1964
Kurikulum 1964 menggunakan istilah Pendidikan
Kemasyarakatan. Ada dua kelompok mata pelajaran, ialah kelompok dasar yang
terdiri atas Sejarah Indonesia, Bahasa Indonesia dan Civics dan kelompok cipta
yang terdiri atas Sejarah Dunia dan Geografi Dunia. Dan kemudian digabungkan
selanjutnya berubah menjadi Pendidikan Kewargaan Negara yang merupakan korelasi
dari ilmu bumi, sejarah dan pengetahuan Kewargaan Negara.
2. Kurikulum 1968
Pada tahun 1968 terjadi perubahan pengelompokkan mata
pelajaran sebagai perubahan orientasi pendidikan. Mata pelajaran disekolah
dibedakan menjadi pendidikan jiwa Pancasila, pembinaan pengetahuan dasar dan
pembinaan kecakapan khusus.
3. Kurikulum 1975
Pada tahun 1975, lahirlah kurikulum 1975 yang
mengelompokkan tiga jenis pendidikan, yakni pendidikan umum, pendidikan
akademis dan pendidikan keahlian khusus. Dalam kurikulum 1975 dikemukakan
secara eksplisit istilah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang
merupakan fusi (perpaduan) dari mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi.
Selain mata pelajaran IPS, Pendidikan Kewarganegaraan dijadikan sebagai mata
pelajaran tersendiri ialah Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Dalam kurikulum
1975, IPS termasuk kelompok pendidikan akademis sedangkan PMP termasuk kelompok
pendidikan umum. Namun IPS sebagai pendidikan akademis mempunyai misi
menyampaikan nilai-nilai berdasarkan filsafat pancasila dan UUD 1945. Dengan
demikian mata pelajaran IPS pun berfungsi dan mendukung tercapainya tujuan PMP.
4. Kurikulum 1984
Menjelang adanya perbaikan Kurikulum 1975, tahun 1980
muncul bidang studi PSPB, gagasan dari Mendikbud mata pelajaran ini hampir
sejenis dengan IPS Sejarah dan PMP. Upaya perbaikan Kurikulum IPS 1975 (KYD)
baru terwujud pada tahun 1984.
Kurikulum IPS 1984 pada hakikatnya menyempurnakan atau
memperbaiki kelemahan-kelemahan Kurikulum 1975. Ditinjau dari segi pendekatan
(metodologi) pembelajaran, Kurikulum IPS1975 dan 1984 menggunakan pendekatan
integrative dan structural untuk IPS SMP dan pendekatan disiplin terpisah
(separated disciplinary approach) untuk SMA. Sedangkan pendekatan untuk IPS
Sekolah Dasar (SD) lebih mirip menggunakan integrative (integrated approach)
5. Kurikulum 1994
Pada tahun 1994, terjadi lagi perubahan kurikulum IPS.
Dalam Kurikulum 1994 dinyatakan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang
mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi,
ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah. Untuk IPS SD, bahan
kajian pokok dibedakan atas dua bagian, ialah pengetahuan sosial meliputi
lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, dan pemerintahan, sedangkan bahan kajian
sejarah mencakup perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lampau hingga
kini. Ada perbedaan yang cukup menonjol dalam kurikulum IPS Sekolah Dasar 1994
dibandingkan dengan Kurikulum IPS sebelumnya, yakni dalam metode dan penilaian.
Kurikulum IPS 1994 hanya memberikan anjuran umum bahwa pelaksanaan proses
belajar mengajar hendaknya para guru menerapkan prinsip belajar aktif. Dari
bunyi rambu-rambu yang terakhir ini, menunjukkan bahwa Kurikulum IPS 1994
memberikan keleluasaan atau kekuasaan otonom yang cukup besar.
6. Kurikulum 2004
Memasuki Abad 21 yang ditandai oleh perubahan mendasar
dalam segala aspek kehidupan khususnya perubahan dalam bidang politik, hukum,
dan kondisi ekonomi telah menimbulkan perubahan ekonomi yang sangat signifikan
dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pada tahun 2003 disahkanlah Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang tersebut
telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap perubahan sistem
kurikulum di Indonesia. Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan
kurikulum kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Namun pengembangan kurikulum IPS diusulkan menjadi Pengetahuan Sosial untuk
merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan
teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran
Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat
7. Kurikulum 2006
Ketentuan tentang implikasi dari peraturan perundangan
tersebut adalah dikeluarkannya kebijakan tentang Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) beserta pedomannya dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dengan panduan KTSP yang dikeluarkan
oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) tahun 2006 ini, antara IPS dan PKn dipisahkan kembali. Hal
ini memperhatikan berbagai masukan dan kritik ahli pendidikan nasional dan
politik bangsa yaitu perlunya pendidikan Kewarganegaraan Bangsa, maka antara
IPS dan PKn meskipun tujuan dan kajiannya adalah sama yaitu membentuk warga
negara yang baik, maka PKn tetap diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah
secara terpisah dengan IPS. [10]
No comments:
Post a Comment